Sabtu, 19 Desember 2009

Spionase

Spionase

Oleh : Arif Punto Utomo

Republika 10 Juli 1996



Anda tentu sudah tak asing dengan Johnson & Johnson. Iklannya ada di mana-mana, dan produknya besar kemungkinan Anda pernah, atau bahkan sedang memakainya.

Kini, perusahaan yang lebih sering disebut dengan J &J itu lagi bersiap menghadapi gugatan di pengadilan. Musababnya, LifeScan Inc (salah satu unit J&J) dicurigai telah melakukan langkah spionase terhadap musuh bebuyutan di bidang kesehatan, yaitu Boehringer Mannhein.

Dasar gugatannya, pada September 1992 ketika Boehringer sedang melakukan pertemuan rahasia untuk persiapan pelun­curan produk baru berupa test darah di Indianapolis, karyawan LifeScan menyusup ke dalam. Penyusup itu berhasil mengkopi dokumen rahasia, sekaligus merekam pembicaraan pertemuan. Konon dokumen itu langsung dibahas dalam pertemuan LifeScan bulan berikutnya.

Kemudian pada Februari 1993, kejadian serupa terulang. Dalam pertemuan Boehringer di Orlando, karyawan LifeScan kembali menyusup dan mendengarkan peluncur­an produk berlabel Accu-Chek Easy. Untung produk itu tak laku di pasaran, sehingga tak terlalu menyakitkan Boehringer.

Delapan bulan berikut, tepatnya September 1993 ketika Boehringer mengada­kan pertemuan di Istambul, dua karyawan LifeScan masuk tanpa permisi. Mereka berhasil mendapatkan salinan produk yang akan dikem­bangkan dan rencana ke depan Boehringer. Dan pada Maret 1994, konsultan LifeScan berhasil mengikuti pertemuan para penjual Boehringer di Orlando. Di situ LifeScan mendapatkan 75 halaman rahasia dari perusa­haan pesaingnya itu.

Namun sebetulnya Boehringer juga melakukan hal serupa, cuma mungkin tak terlampau canggih dan kurang berani. Pada 1992 misalnya, karyawan Boehringer menya­ru sebagai pelanggan potensial LifeScan untuk mendengarkan produk baru yang siap dilun­curkan. Mereka juga mengambil buku pedoman LifeScan dari ruang tunggu distributor. Sekalipun pedoman itu kemudian dikembalikan lagi.

Saling-intai kedua perusahaan itu merupakan salah satu ujud perkelahian mati-matian mereka. Maklum, pangsa pasar yang diperebutkan talk kurang dari Rp 4,1 triliun di pasar perlengkapan test darah untuk diabetes. Keduanya, kini memiliki pangsa pasar sekitar 40%.

Kasus di atas menunjukkan bahwa dalam persaingan yang ketat, spionase menjadi bagian tak terpisahkan dalam sistem pemasaran. Dan lantaran begitu dahsyatnya spionase berkem­bang, beberapa perusahaan besar menjadi sangat hati-hati setiap akan melemparkan produk baru. Good Year misalnya, ketika meluncurkan produk baru, para distributor tidak tahu sama sekali. Baru saat resepsi peluncuran, semua distributor diundang dan sekaligus diberi tahu akan produk barunya.

Kellogg, perusahaan makanan terkemuka di Amerika lain lagi. Mulanya, sejak berdiri 1906 mereka membuka pabriknya untuk dikunjungi wisatawan. Tapi belakangan ketika pabrik itu diper­barui, tak seorang pun boleh masuk. Hal itu untuk mencegah pesaing memasang intelijen untuk cari informasi mesin baru canggih yang akan dipakainya.

Sebagai langkah antisipasi, beberapa perusahaan juga beriaku hati-hati terhadap penyusupan. Good Year konon melarang manajer menerima tamu di ruang kerjanya. Kemudian Du Pont, di kantor pusatnya memasang poster yang memperlihatkan dua orang sedang makan dengan peringatan Hati-hati tatkala ngobrol santai. Jagalah Rahasia .

Hampir semua perusahaan melakukan kegiatan spionase ter­hadap pesaing. Karena hanya dengan cara itulah perusahaan bisa mendapatkan data akurat dan rahasia tentang kegiatan dan rencana yang pesaing. Cuma memang tak gampang melakukan spionase untuk mendapatkan data akurat. Apalagi yang sifatnya tidak melanggar hukum.

Dalam sebuah tulisan di majalah Fortune, ada beberapa teknik yang bisa dipakai untuk mencari data dari pesaing dengan cara halal. Pertama memperoleh informasi dari pelamar kerja. Di sini, kita perlu memberikan perhatian khusus pada pelamar yang sebe­lumnya pernah bekerja di perusa­haan pesaing (meski hanya seba­gai pegawai sementara). Mereka biasanya berterus terang tentang apa yang dia ketahui di perusa­haan di mana dia bekerja sebelum­nya.

Kedua, memperoleh informasi dari karyawan pesaing. Ini bisa diperoleh ketika berlangsung konferensi atau pameran. Kita bisa mengutus orang buat sekadar mengobrol (pada awalnya) untuk kemudian menjurus ke arah yang sensitif. Terkadang karyawan pesaing menyombongkan keung­gulan proses produknya. Tipe beginilah yang bisa dikorek infor­masinya.

Selanjutnya ketiga memperoleh informasi dari mereka yang menga­dakan bisnis dengan pesaing. Kasus Gillete menjadi contoh nyata. Suatu kali perusahaan besar Amerika itu menelepon distribu­tornya di Kanada bahwa mereka akan meluncurkan pisau cukur yang bisa dibuang setelah dipakai. Mendengar beerita itu, lang­sung si distributor menelepon ke BIC (pesaingnya) soal rencana itu. Akhimya begitu produk baru meluncur, dalam waktu tak lama BIC juga mengeluarkan produk serupa di pasar.

Keempat memperoleh informasi dari bahan penerbitan dan dokumen publik. Dalam hal ini misalnya kita bisa memperoleh dari iklan rekrutmen yang dilakukan pesaing. Karena terkadang kriteria orang yang dicari pesaing bisa menunjukkan rencana apa yang disiapkan pesaing.

Terakhir, kelima, mendapatkan informasi dengan mengamati pesaing atau menganalisis fakta-fakta fisik. Misalnya, kita mem­beli sebanyak-banyaknya barang yang diproduksi pesaing untuk kemudian membongkamya. Bolen jadi di situ akan ditemukan data mengenai biaya produksi bahkan metode produksinya. Informasi memang suatu hal yang sangat mahal. Karenanya tak heran kalau sebuah perusahaan berani spionase dan melakukan hal apapun untuk mendapatkan data rahasia dari pesaing. Sekalipun harus berurusan dengan pengadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar