Sabtu, 19 Desember 2009

AGAR KARYAWAN TAK LAGI MANGKIR

AGAR KARYAWAN TAK LAGI MANGKIR


Ketidakhadiran karyawan (absen) - yang mendadak ataupun yang mangkir - menjadi masalah bagi setiap perusahaan atau bisnis. Karena kondisi demikian menelan biaya dan menggerogoti produktivitas.

Dampak lainnya, beban karyawan lain Yang menunjukkan kesungguhan kerja bertarnbah. Dan ujung-ujungnya bisa menganggu krpuasan pelanggan.

Ada dua jenis absen, yang disetujui atau tidak. Setiap organisasi seyogyanya memberlakukan persyaratan pada masing-masing jenis, berapa lama waktu yang boleh digunakan oleh karyawan yang absen dengan izin, dan bagaimana seharusnya menghadapi mereka yang absen tanpa izin alias mangkir kerja.

Absen mendadak, misalnya karena merawat anak atau kepentingan keluar­ga, bisa lebih merepotkan. Memang absen jenis ini jarang terjadi dan hanya menyebabkan sedikit kekacauan. Tapi yang begin ini bisa menyebabkan gang­guan yang lebih parah karena mungkin pekerjaan penting menjadi tak tersele­saikan.

Penanganan gangguan semacam itu tergantung pada kemampuan atasan mencarikan pengganti karyawan yang absen dengan karyawan lain sehingga tugas-tugas amat penting bisa disele­saikan.

Pertanyaannya kini, pendekatan apa yang sebaiknya digunakan untuk meng­atasi absenteeism (mereka yang mangkir kerja) ini ? sistem menjatuhkan hukum­an atau malah merangsang dengan memberikan hadiah ? Menurut banyak penelitian, tulis World Executive Digest, ternyata sistem hadiah lebih efektif ketimbang sistem hukuman. Sebagai contoh, sebuah perusahaan manufaktur besar berhasil meningkatkan angka kehadiran karyawannya —mengurangi tingkat absen— dengan cara menawarkan hak istimewa bukan uang (non-monetary privileges) kepada mereka yang tingkat kehadirannya tinggi. Contoh lain, sebuah perusahaan yang memberikan "hadiah" 10 dolar per bulan bagi karyawan yang tak pemah absen ternyata bisa menghemat 3.000 dolar dari 68 karyawan yang absen kare­na sakit.

Tapi jangan terburu senang dengan pendekatan ini. Sebuah penelitian, masih menurut majalah manajemen tadi, menunjukkan bahwa insentif uang bagi karyawan yang tak pernah absen (rajin) tidak memotivasi karyawan yang senang menyalahgunakan izin sakit (sick time abusers). Di sini sistem hadiah tak lagi efektif Karena biasanya mereka yang senang menyalahgunakan izin sakit berpendapat waktu jauh lebih berharga dari sekadar rupiah. Makanya mereka tak tertarik untuk mengikuti program hadiah.

Absen mendadak bisa diatasi de­ngan dua cara: program no-fault dan paid time off.

Yang dimaksudkan dengan program no fault adalah pendekatan yang diterapkan tanpa menghiraukan alasan mengapa seorang karyawan absen. Begitu karyawan tidak hadir lebih dari waktu yang diizinkan, sistem tindakan disiplin progresif diterapkan, yang berakhir dengan pemecatan. Jenis system ini untuk menghukum mereka yang sering menyalahgunakan izin sakit dan bukan untuk memberi hadiah mereka yang rajin masuk kerja.

Paid time off (PTO) lebih merupakan konstruksi ulang dari keuntungan cuti tradisional. Begini, daripada memberi cuti secara terpisah untuk liburan, priba­di, dan sakit, PTO mengkatagorikan cuti menjadi dua: PTO dan bencana (CAT). CAT dipakai untuk sakit besar yang menyebabkan karyawan harus tidak bekerja selama kurun waktu yang lama. Progam PTO mengandung insentif tersembunyi bagi karyawan yang tidak memanfaatkan izin sakitnya.

Tak masalah apa kebijakan perusa­haan Anda tentang absenteeism, berikut ini ada lima langkah untuk menangani karyawan agar tidak mangkir.

Mendidik.

Terangkan secara jelas kepada semua karyawan tentang kebijakan absensi yang diputuskan oleh perusahaan. Beri mereka salinan kebijakan itu. Adakan pertemuan dengan karyawan yang tingkat mangkimya sudah parah. Setiap rapat, catat isinya.

Memantau.

Simpan catatan dengan rapi. Amati mana karyawan yang terlambat, pulang lebih awal, dan mana yang absen. Tanyakan pada mereka mengapa ter­lambat, mengapa absen, atau mengapa pulang lebih awal. Simpan catatan tentang alasan-alasan itu.

Menasihati

Bicaralah secara pribadi dengan karyawan yang sering mangkir. Katakan pada mereka apa yang Anda harapkan dari mereka dan katakan bahwa Anda telah mengamati mereka karena sering mangkir. Simpan catatan hasil konseling ini.

Tindak lanjut

Jika perilaku mangkir tugas tadi kam­buh, mintalah untuk bertemu lagi secara pribadi dan cari tahu mengapa ini terja­di. Setelah itu rundingkan dengan bagian SDM agar diberi nasihat dan dukungan.

Perbaiki

Lakukanlah langkah-langkah progresif , sesuai tahapannya (missal, dengan peringatan verbal, peringatan tertulis , skors, dan pemecatan). Catat setiap langkah yang diambil. n

Komunikasi lancar, Profit Manginal

Pada zaman ini para pimpinan bisnis dipaksa meluangkan waktu khusus untuk memikirkan pertanyaan-pertanyaan tentang komunikasi sebagai berikut:

1. Bisakah kita mempunyai citra yang bagus jika kita tak memiliki citra internal — di antara karyawan kita — yang bagus juga?

2. Jika seorang karyawan tidak diberi informasi dan tidak loyal dan sebagai akibatnya tidak memberikan penilaian yang bagus, seberapa besar hal ini berdampak pada misi ekonomi?

3. Akankah kita memiliki kemam­puan untuk memberi banyak infor­masi yang diperlukan oleh karyawan mulai dari keselamatan hingga pekerjaan yang sama?

4. Bisakah kita memiliki program yang berkualitas tanpa komunikasi yang baik?

Sebagian dari kepentingan baru dalam komunikasi disebabkan oleh partisipasi lebih luas dari karyawan dalam membuat keputusan. Karyawan, yang kini seringkali mendefinisikan kehidupan mereka berhubungan dengan pekerjaan mereka, berharap lebih banyak bisa berpartisipasi.

Berdasar penelitian-penelitian 20 tahun silam, karyawan ternyata rnenginginkan komunikasi yang paling gampang. Mereka ingin tahu apa rnasalah-masalah yang ada, bagaimana perusahaan meng­hadapinya, dan apa peran karyawan dalam hat itu. Dan mereka ingin mendengar langsung tentang hal ini dari seseorang yang tahu tentang apa yang sedang terjadi. Dan mere­ka Iebih senang mendengar langsung dari penyelia mereka. Bila tak ada komunikasi yang dapat diper­caya, akan tersebar selentingan. Desas-desus demikian mereka anggap sebagai informasi yang

benar. Karyawan yang berpendidikan bahkan menginginkan lebih banyak informasi. Mereka tak hanya ingin tahu apa, tapi mereka ingin tahu mengapa.

Lantas muncul pertanyaan: Mengapa tak ada saling percaya antara manajemen dan karyawan? Mengapa manajemen menyembunyikan informasi? Ada beberapa alasan, seperti berikut:

· Membuang informasi sama artirya dengan membuang kekuat­an.

· Bagaimana pun juga kompetisi akan mencengkeram informasi itu.

· Memberi informasi perlu waktu.

Faktor pembentuk rasa saling per­caya adalah keterbukaan, umpan batik, kecocokan, otonomi. dan nila-i­nilai yang dipakai bersama.

Manajer lini bawah harus membuang model otoriter. Semua model manajemen unggul menyarankan agar rnembuang sekat-sekat mana­jemen yang rnenyolok mata, rnisal­nya tidak parkir di tempat khusus. Mereka seyogyanya menibicarakan tentang manajemen saat berjalan, tentang komunikasi dengan karyawan di toko, di gang, dan bahkan di toilet.

Penelitian menunjukkan bahwa para manajer adalah pendengar yang buruk. Menurut Russ Miller dari TPF&C, masalah terbesar adalah menjaga dan Meneruskan komu­nikasi manajerial. Bila manajer berbicara kepada karyawan hanya pada saat saat krisis, karyawan mulai meragukan kesungguhan sumpah kepedulian manajer ter­hadap karyawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar