AGAR KARYAWAN TAK LAGI MANGKIR
Ketidakhadiran karyawan (absen) - yang mendadak ataupun yang mangkir - menjadi masalah bagi setiap perusahaan atau bisnis. Karena kondisi demikian menelan biaya dan menggerogoti produktivitas.
Dampak lainnya, beban karyawan lain Yang menunjukkan kesungguhan kerja bertarnbah. Dan ujung-ujungnya bisa menganggu krpuasan pelanggan.
Absen mendadak, misalnya karena merawat anak atau kepentingan keluarga, bisa lebih merepotkan. Memang absen jenis ini jarang terjadi dan hanya menyebabkan sedikit kekacauan. Tapi yang begin ini bisa menyebabkan gangguan yang lebih parah karena mungkin pekerjaan penting menjadi tak terselesaikan.
Penanganan gangguan semacam itu tergantung pada kemampuan atasan mencarikan pengganti karyawan yang absen dengan karyawan lain sehingga tugas-tugas amat penting bisa diselesaikan.
Pertanyaannya kini, pendekatan apa yang sebaiknya digunakan untuk mengatasi absenteeism (mereka yang mangkir kerja) ini ? sistem menjatuhkan hukuman atau malah merangsang dengan memberikan hadiah ? Menurut banyak penelitian, tulis World Executive Digest, ternyata sistem hadiah lebih efektif ketimbang sistem hukuman. Sebagai contoh, sebuah perusahaan manufaktur besar berhasil meningkatkan angka kehadiran karyawannya —mengurangi tingkat absen— dengan cara menawarkan hak istimewa bukan uang (non-monetary privileges) kepada mereka yang tingkat kehadirannya tinggi. Contoh lain, sebuah perusahaan yang memberikan "hadiah" 10 dolar per bulan bagi karyawan yang tak pemah absen ternyata bisa menghemat 3.000 dolar dari 68 karyawan yang absen karena sakit.
Tapi jangan terburu senang dengan pendekatan ini. Sebuah penelitian, masih menurut majalah manajemen tadi, menunjukkan bahwa insentif uang bagi karyawan yang tak pernah absen (rajin) tidak memotivasi karyawan yang senang menyalahgunakan izin sakit (sick time abusers). Di sini sistem hadiah tak lagi efektif Karena biasanya mereka yang senang menyalahgunakan izin sakit berpendapat waktu jauh lebih berharga dari sekadar rupiah. Makanya mereka tak tertarik untuk mengikuti program hadiah.
Absen mendadak bisa diatasi dengan dua cara: program no-fault dan paid time off.
Yang dimaksudkan dengan program no fault adalah pendekatan yang diterapkan tanpa menghiraukan alasan mengapa seorang karyawan absen. Begitu karyawan tidak hadir lebih dari waktu yang diizinkan, sistem tindakan disiplin progresif diterapkan, yang berakhir dengan pemecatan. Jenis system ini untuk menghukum mereka yang sering menyalahgunakan izin sakit dan bukan untuk memberi hadiah mereka yang rajin masuk kerja.
Paid time off (PTO) lebih merupakan konstruksi ulang dari keuntungan cuti tradisional. Begini, daripada memberi cuti secara terpisah untuk liburan, pribadi, dan sakit, PTO mengkatagorikan cuti menjadi dua: PTO dan bencana (CAT). CAT dipakai untuk sakit besar yang menyebabkan karyawan harus tidak bekerja selama kurun waktu yang lama. Progam PTO mengandung insentif tersembunyi bagi karyawan yang tidak memanfaatkan izin sakitnya.
Tak masalah apa kebijakan perusahaan Anda tentang absenteeism, berikut ini ada
Mendidik.
Terangkan secara jelas kepada semua karyawan tentang kebijakan absensi yang diputuskan oleh perusahaan. Beri mereka salinan kebijakan itu. Adakan pertemuan dengan karyawan yang tingkat mangkimya sudah parah. Setiap rapat, catat isinya.
Memantau.
Simpan catatan dengan rapi. Amati mana karyawan yang terlambat, pulang lebih awal, dan mana yang absen. Tanyakan pada mereka mengapa terlambat, mengapa absen, atau mengapa pulang lebih awal. Simpan catatan tentang alasan-alasan itu.
Menasihati
Bicaralah secara pribadi dengan karyawan yang sering mangkir. Katakan pada mereka apa yang Anda harapkan dari mereka dan katakan bahwa Anda telah mengamati mereka karena sering mangkir. Simpan catatan hasil konseling ini.
Tindak lanjut
Jika perilaku mangkir tugas tadi kambuh, mintalah untuk bertemu lagi secara pribadi dan cari tahu mengapa ini terjadi. Setelah itu rundingkan dengan bagian SDM agar diberi nasihat dan dukungan.
Perbaiki
Lakukanlah langkah-langkah progresif , sesuai tahapannya (missal, dengan peringatan verbal, peringatan tertulis , skors, dan pemecatan). Catat setiap langkah yang diambil. n
Komunikasi lancar, Profit Manginal
Pada zaman ini para pimpinan bisnis dipaksa meluangkan waktu khusus untuk memikirkan pertanyaan-pertanyaan tentang komunikasi sebagai berikut:
1. Bisakah kita mempunyai citra yang bagus jika kita tak memiliki citra internal — di antara karyawan kita — yang bagus juga?
2. Jika seorang karyawan tidak diberi informasi dan tidak loyal dan sebagai akibatnya tidak memberikan penilaian yang bagus, seberapa besar hal ini berdampak pada misi ekonomi?
3. Akankah kita memiliki kemampuan untuk memberi banyak informasi yang diperlukan oleh karyawan mulai dari keselamatan hingga pekerjaan yang sama?
4. Bisakah kita memiliki program yang berkualitas tanpa komunikasi yang baik?
Sebagian dari kepentingan baru dalam komunikasi disebabkan oleh partisipasi lebih luas dari karyawan dalam membuat keputusan. Karyawan, yang kini seringkali mendefinisikan kehidupan mereka berhubungan dengan pekerjaan mereka, berharap lebih banyak bisa berpartisipasi.
Berdasar penelitian-penelitian 20 tahun silam, karyawan ternyata rnenginginkan komunikasi yang paling gampang. Mereka ingin tahu apa rnasalah-masalah yang ada, bagaimana perusahaan menghadapinya, dan apa peran karyawan dalam hat itu. Dan mereka ingin mendengar langsung tentang hal ini dari seseorang yang tahu tentang apa yang sedang terjadi. Dan mereka Iebih senang mendengar langsung dari penyelia mereka. Bila tak ada komunikasi yang dapat dipercaya, akan tersebar selentingan. Desas-desus demikian mereka anggap sebagai informasi yang
benar. Karyawan yang berpendidikan bahkan menginginkan lebih banyak informasi. Mereka tak hanya ingin tahu apa, tapi mereka ingin tahu mengapa.
Lantas muncul pertanyaan: Mengapa tak ada saling percaya antara manajemen dan karyawan? Mengapa manajemen menyembunyikan informasi?
· Membuang informasi sama artirya dengan membuang kekuatan.
· Bagaimana pun juga kompetisi akan mencengkeram informasi itu.
· Memberi informasi perlu waktu.
Faktor pembentuk rasa saling percaya adalah keterbukaan, umpan batik, kecocokan, otonomi. dan nila-inilai yang dipakai bersama.
Manajer lini bawah harus membuang model otoriter. Semua model manajemen unggul menyarankan agar rnembuang sekat-sekat manajemen yang rnenyolok mata, rnisalnya tidak parkir di tempat khusus. Mereka seyogyanya menibicarakan tentang manajemen saat berjalan, tentang komunikasi dengan karyawan di toko, di gang, dan bahkan di toilet.
Penelitian menunjukkan bahwa para manajer adalah pendengar yang buruk. Menurut Russ Miller dari TPF&C, masalah terbesar adalah menjaga dan Meneruskan komunikasi manajerial. Bila manajer berbicara kepada karyawan hanya pada saat saat krisis, karyawan mulai meragukan kesungguhan sumpah kepedulian manajer terhadap karyawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar