Turki yang mempunyai pemikiran cerdas. Tetapi pemikiran-pemikiran tersebut
kadang-kadang malah membuat orang tertawa..
Spoiler for Nasruddin Hoja:
Nasrudin adalah seorang sufi yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad kekhalifahan Islam hingga penaklukan Bangsa Mongol.
Sewaktu masih sangat muda,Nasrudin selalu membuat ulah yang menarik bagi teman-temannya, sehingga mereka sering lalai akan pelajaran sekolah.
Maka gurunya yang bijak bernubuwat: "Kelak, ketika engkau sudah dewasa, engkau akan menjadi orang yang bijak. Tetapi, sebijak apa pun kata-katamu, orang-orang akan menertawaimu." Nasrudin turut mengalami pendudukan Bangsa Mongol di bawah panglima Timur Lenk yang kejam. Timur Lenk banyak sekali melakukan penghancuran kebudayaan, tetapi dengan berbagai kecerdikan, Nasrudin dapat melewati masa ini. Konon, antara lain berkat pengaruh Nasrudin pula lah akhirnya Timur Lenk meninggalkan tanah air Nasrudin, meneruskan pengembaraan barbarnya.
KISAH-KISAHNYA
Spoiler for 1. Tampang Itu Perlu:
Nasrudin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh.
"Tapi aku mengabdi kepada Allah saja," kata Nasrudin.
"Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah," kata istrinya.
Nasrudin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras,
"Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!" berulang-ulang. Tetangganya ingin mempermainkan Nasrudin.
Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nasrudin.
Tapi ia terkejut waktu Nasrudin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak
"Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah."
Sang tetangga menyerbu rumah Nasrudin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya.
Nasrudin menjawab "Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah.
"Tetangganya marah. Ia mengajak Nasrudin menghadap hakim.
Nasrudin berkelit, "Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus.
Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin."
Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.
Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Nasrudin segera mengadukan halnya pada hakim.
"Bagaimana pembelaanmu?" tanya hakim pada Nasrudin.
"Tetangga saya ini gila, Tuan," kata Nasrudin.
"Apa buktinya?" tanya hakim.
"Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung.
Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya.
Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya.
Apalagi pula uang saya."
Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang milikku!" Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.
Spoiler for 2. Mimpi Religius:
Nasrudin sedang dalam perjalanan dengan pastur dan yogi.
Pada hari kesekian, bekal mereka tinggal sepotong kecil roti.
Masing-masing merasa berhak memakan roti itu.
Setelah debat seru, akhirnya mereka bersepakat memberikan roti itu kepada
yang malam itu memperoleh mimpi paling relijius. Tidurlah mereka.
Pagi harinya, saat bangun, pastur bercerita:
"Aku bermimpi melihat kristus membuat tanda salib.
Itu adalah tanda yang istimewa sekali." Yogi menukas,
"Itu memang istimewa. Tapi aku bermimpi melakukan perjalanan ke nirwana,
dan menemui tempat paling damai."
Nasrudin berkata, "Aku bermimpi sedang kelaparan di tengah gurun, dan
tampak bayangan nabi Khidir bersabda 'Kalau engkau lapar, makanlah roti itu.'
Jadi aku langsung bangun dan memakan roti itu saat itu juga."
Spoiler for 3. Orientasi pada Baju:
Nasrudin diundang berburu, tetapi hanya dipinjami kuda yang lamban.
Tidak lama, hujan turun deras. Semua kuda dipacu kembali ke rumah.
Nasrudin melepas bajunya, melipat, dan menyimpannya, lalu membawa kudanya ke rumah. Setelah hujan berhenti, dipakainya kembali bajunya.
Semua orang takjub melihat bajunya yang kering, sementara baju mereka semuanya basah, padahal kuda mereka lebih cepat.
"Itu berkat kuda yang kau pinjamkan padaku," ujar Nasrudin ringan.
Keesokan harinya, cuaca masih mendung. Nasrudin dipinjami kuda yang cepat, sementara tuan rumah menunggangi kuda yang lamban.
Tak lama kemudian hujan kembali turun deras. Kuda tuan rumah berjalan lambat, sehingga tuan rumah lebih basah lagi.
Sementara itu, Nasrudin melakukan hal yang sama dengan hari sebelumnya.
Sampai rumah, Nasrudin tetap kering.
"Ini semua salahmu!" teriak tuan rumah, "Kamu membiarkan aku mengendarai kuda brengsek itu!"
"Masalahnya, kamu berorientasi pada kuda, bukan pada baju."
Spoiler for 4. Jangan Terlalu Dalam:
Telah berulang kali Nasrudin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian.
Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu untuk menandatangani perjanjian itu.
Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok.
Tapi -- kita tahu -- menyogok itu diharamkan.Maka Nasrudin memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri.
Nasrudin menyiapkan sebuah gentong.
Gentong itu diisinya dengan tahi sapi hingga hampir penuh. Kemudian di atasnya, Nasrudin mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya.
Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim.
Saat itu juga Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Nasrudin.
Nasrudin kemudian bertanya, "Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan ?"
Hakim tersenyum lebar. "Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya."
Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. "Wah, enak benar mentega ini!"
"Yah," jawab Nasrudin, "Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam." Dan berlalulah Nasrudin.
Spoiler for 5. Hidangan untuk Baju:
Nasrudin menghadiri sebuah pesta. Tetapi karena hanya memakai pakaian yang tua dan jelek,
tidak ada seorang pun yang menyambutnya bahkan diusirnya lah dia.
Dengan kecewa Nasrudin pulang kembali. Namun tak lama, Nasrudin kembali dengan memakai pakaian yang baru dan indah.
Kali ini Tuan Rumah menyambutnya dengan ramah. Ia diberi tempat duduk dan memperoleh hidangan seperti tamu-tamu lainnya.
Tetapi Nasrudin segera melepaskan baju itu di atas hidangan dan berseru,
"Hei baju baru, makanlah! Makanlah sepuas-puasmu!" Untuk mana ia memberikan alasan
"Ketika aku datang dengan baju yang tadi, tidak ada seorang pun yang memberi aku makan.
Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini, aku mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu saja ini hak bajuku. Bukan untukku."
Keesokan harinya Nasrudin menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dilihatnya seorang sahabatnya sedang asyik makan.
Namun, di samping makan sebanyak-banyaknya, ia sibuk pula mengisi kantong bajunya dengan makanan.
Melihat kerakusan sahabatnya, Nasrudin mengambil teko berisi air. Diam-dian, diisinya kantong baju sahabatnya dengan air.
Tentu saja sahabatnya itu terkejut, dan berteriak,
"Hai Nasrudin, gilakah kau ? Masa kantongku kau tuangi air!"
"Maaf, aku tidak bermaksud buruk, sahabat," jawab Nasrudin,
"Karena tadi kulihat betapa banyak makanan ditelan oleh kantongmu, maka aku khawatir dia akan haus. Karena itu kuberi minum secukupnya."
Spoiler for 6. Relativitas Keju:
Setelah bepergian jauh, Nasrudin tiba kembali di rumah. Istrinya menyambut dengan gembira,
"Aku punya sepotong keju untukmu," kata istrinya.
"Alhamdulillah," puji Nasrudin, "Aku suka keju. Keju itu baik untuk kesehatan perut."
Tidak lama Nasrudin kembali pergi. Ketika ia kembali, istrinya menyambutnya dengan gembira juga.
"Adakah keju untukku ?" tanya Nasrudin.
"Tidak ada lagi," kata istrinya.
Kata Nasrudin, "Yah, tidak apa-apa. Lagipula keju itu tidak baik bagi kesehatan gigi."
"Jadi mana yang benar ?" kata istri Nasrudin bertanya-tanya, "Keju itu baik untuk perut atau tidak baik untuk gigi ?"
"Itu tergantung," sambut Nasrudin, "Tergantung apakah kejunya ada atau tidak."
Spoiler for 7. Kekekalan Massa:
Ketika memiliki uang cukup banyak, Nasrudin membeli ikan di pasar dan membawanya ke rumah.
Ketika istrinya melihat ikan yang banyak itu, ia berpikir,
"Oh, sudah lama aku tidak mengundang teman-temanku makan di sini."
Ketika malam itu Nasrudin pulang kembali, ia berharap ikannya sudah dimasakkan untuknya.
Alangkah kecewanya ia melihat ikan-ikannya itu sudah habis, tinggal duri-durinya saja.
"Siapa yang menghabiskan ikan sebanyak ini ?"
Istrinya menjawab, "Kucingmu itu, tentu saja. Mengapa kau pelihara juga kucing yang nakal dan rakus itu!"
Nasrudin pun makan malam dengan seadanya saja. Setelah makan, dipanggilnya kucingnya, dibawanya ke kedai terdekat,
diangkatnya ke timbangan, dan ditimbangnya.
Lalu ia pulang ke rumah, dan berkata cukup keras,
"Ikanku tadi dua kilo beratnya. Yang barusan aku timbang ini juga dua kilo. Kalau kucingku dua kilo, mana ikannya ?
Dan kalau ini ikan dua kilo, lalu mana kucingnya ?"
Spoiler for 8. Timur Lenk di Dunia:
Timur Lenk masih meneruskan perbincangan dengan Nasrudin soal kekuasaannya.
"Nasrudin! Kalau setiap benda yang ada di dunia ini ada harganya, berapakah hargaku ?"
Kali ini Nasrudin menjawab sekenanya, tanpa banyak berpikir.
"Saya taksir, sekitar 100 dinar saja"
Timur Lenk membentak Nasrudin, "Keterlaluan! Apa kau tahu bahwa ikat pinggangku saja harganya sudah 100 dinar."
"Tepat sekali," kata Nasrudin. "Memang yang saya nilai dari Anda hanya sebatas ikat pinggang itu saja."
Spoiler for 9. Timur Lenk di Akhirat:
Timur Lenk meneruskan perbincangan dengan Nasrudin soal kekuasaannya.
"Nasrudin! Menurutmu, di manakah tempatku di akhirat, menurut kepercayaanmu ?
Apakah aku ditempatkan bersama orang-orang yang mulia atau yang hina ?"
Bukan Nasrudin kalau ia tak dapat menjawab pertanyaan 'semudah' ini.
"Raja penakluk seperti Anda," jawab Nasrudin,
"Insya Allah akan ditempatkan bersama raja-raja dan tokoh-tokoh yang telah menghiasi sejarah."
Timur Lenk benar-benar puas dan gembira. "Betulkah itu, Nasrudin ?"
"Tentu," kata Nasrudin dengan mantap. "Saya yakin Anda akan ditempatkan bersama Fir'aun dari Mesir, raja Namrudz dari Babilon,
kaisar Nero dari Romawi, dan juga Jenghis Khan."
Entah mengapa, Timur Lenk masih juga gembira mendengar jawaban itu.
Spoiler for 10. Teori Kebutuhan:
Nasrudin berbincang-bincang dengan hakim kota. Hakim kota, seperti umumnya cendekiawan masa itu, sering berpikir hanya dari satu sisi saja.
Hakim memulai, "Seandainya saja, setiap orang mau mematuhi hukum dan etika, ..."
Nasrudin menukas, "Bukan manusia yang harus mematuhi hukum, tetapi justru hukum lah yang harus disesuaikan dengan kemanusiaan."
Hakim mencoba bertaktik, "Tapi coba kita lihat cendekiawan seperti Anda. Kalau Anda memiliki pilihan: kekayaan atau kebijaksanaan, mana yang akan dipilih?"
Nasrudin menjawab seketika, "Tentu, saya memilih kekayaan."
Hakim membalas sinis, "Memalukan. Anda adalah cendekiawan yang diakui masyarakat. Dan Anda memilih kekayaan daripada kebijaksanaan?"
Nasrudin balik bertanya, "Kalau pilihan Anda sendiri?"
Hakim menjawab tegas, "Tentu, saya memilih kebijaksanaan."
Dan Nasrudin menutup, "Terbukti, semua orang memilih untuk memperoleh apa yang belum dimilikinya."
Spoiler for Tambahan dari kaskuser:
Quote:
Spoiler for Hujan = Rahmat: Suatu hari ketika Nashruddin sedang berjalan menuju ke rmhnya, tiba2 hujan turun sangat lebat. Tanpa ambil pusing, Nashruddin langsung lari cepat2 menuju rumahnya. Tetangga yg melihatnya dari balik jendela rmhnya spontan berkata setengah berteriak kpd Nashruddin. "Wahai Hoja (red: panggilan akrab Nashruddin), knp engkau berlari?? padahalkan engkau pernah bilang kalau hujan itu rahmat... lalu knp engkau lari dari rahmat..???" sambil tetap berlari Nashruddin menjawab :"justru akau berlari supaya Rahmat nya tdk banyak terinjak olehku... " |
Spoiler for Jum'atan:
Pagi2 sekali Nashruddin sdh berkemas dan menyiapkan keledai kesayangannya yg jalannya sangat lamban, untuk sholat Jum'at di Masjid desa sebelah, krn masjid di desanya nashruddin kecil sehingga tdk bisa digunakan.
Tiba ditengah jalan Nashruddin ditegur oleh tetangganya, "hendak pergi kmn engkau Hoja??
Dengan enteng nashruddin menjawab :"Aku hendak pergi sholat Jum'at.."
Tetangganya setengah bingung bertanya lagi: "Lho..?? Bukannya skrng hari Kamis..??
Lalu Nashruddin menjawab lagi :"Justru itu aku berangkat hari Kamis, supaya jumat siang aku tiba di desa tetangga.... :!@#$%
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3640669
Tiba ditengah jalan Nashruddin ditegur oleh tetangganya, "hendak pergi kmn engkau Hoja??
Dengan enteng nashruddin menjawab :"Aku hendak pergi sholat Jum'at.."
Tetangganya setengah bingung bertanya lagi: "Lho..?? Bukannya skrng hari Kamis..??
Lalu Nashruddin menjawab lagi :"Justru itu aku berangkat hari Kamis, supaya jumat siang aku tiba di desa tetangga.... :!@#$%
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3640669
Tidak ada komentar:
Posting Komentar