Rabu, 03 Februari 2010

Selimut pengaman

Ketika saya baru saja lulus dari sebuah seminari, istri saya, Kathy,
dan saya pindah bersama dengan putra kami yang berusia 2 tahun, Nate,
ke sebuah desa kecil di Alaska.

Pesawat kecil berpenumpang 3 dan 4 yang kami tumpangi untuk
penerbangan lanjutan kami sangat menakutkan putra kecil kami sehingga
ia mengambil selimut kesayangannya dan menutupi kepalanya sampai kami
mendarat di jalur landasan kecil yang terbuat dari tanah.

Kemudian, selama bulan-bulan penyesuaian yang panjang, ketika kami
belajar bagaimana cara hidup di tempat yang baru di antara orang-orang
baru yang mempunyai kebudayaan yang berbeda, putra saya membawa
selimut pengamannya kemanapun ia pergi, dan akhirnya selimut itu cepat
menjadi lunak dan kumal. Ia tidak dapat tidur sebelum ia mendapatkan
selimutnya dan menyelinap ke dalam kehanggatannya.

Tahun ke 2 kami berada di desa tersebut, saya mendapat kesempatan
sebagai pembecara tamu di sebuah konferensi misi di Seattle. Ketika
saya sedang berkemas untuk perjalanan tersebut, putra saya mengikuti
saya di sekeliling ruangan, bertanya ke mana saya akan pergi, dan
berapa lama saya bepergian, dan mengapa saya harus berbicara kepada
orang-orang tersebut, dan apakah ada yang akan menyertai saya?

Karena sedang mempersiapkan pidato saya di dalam pikiran saya, saya
agak terganggu dan khawatir apakah dapat mengejar pesawat kecil yang
ke luar dari desa itu tepat pada waktunya.

Putra saya tampaknya paling khawatir mengenai keharusan saya untuk
terbang dalam cuaca buruk di dalam salah satu pesawat kecil yang
sangat ditakutinya.

Saya meyakinkan dia bahwa saya akan baik-baik saja, dan saya
memintanya untuk menjaga ibunya sampai saya pulang.

Dengan sebuah pelukan di pintu, saya pergi ke jalur pendaratan desa
tersebut dan ke tempat konferensi.

Ketika saya tiba di hotel di Seattle, saya tidak sempat mengeluarkan
isi kopor sampai malam harinya, dan saya sangat ketakutan saat saya
membuka kopor saya dan menemukan selimut pengaman anak saya di
dalamnya.

Saya membayangkan istri saya berusaha dengan susah payah untuk
menemukan selimut tersebut saat ia menyiapkan putra kami untuk tidur.
Saya segera berlari ke pesawat telepon untuk menghubungi Kathy dan
memberitahukan bahwa selimut tersebut ada di dalam kopor saya,
sehingga ia dapat meyakinkan putra kami yang panik.

Kathy menerima telepon itu dan hampir tidak mempunyai kesempatan untuk
menjawab ketika saya mulai menjelaskan bahwa selimut tersebut ada di
dalam kopor saya dan saya tidak tahu bagaimana selimut itu bisa secara
tidak sengaja ikut terkemas. Saya sedang di tengah-tengah usaha untuk
meminta maaf ketika Kathy menenangkan saya dengan berita bahwa ia
sudah mengetahui di mana selimut itu berada.

Ia memberitahukan saya bahwa ia telah mengendong Nate dan membawanya
ke dekat jendela agar ia dapat mengawasi saya pergi dari rumah. Ia
mengusulkan agar mereka berdoa untuk "Ayah supaya mendapatkan
perjalanan yang aman."

Sebab kami tahu bahwa putra kami paling takut dengan penerbangan
menggunakan pesawat kecil ke lapangan terbang utama, istri saya
berdoa, "Tuhan yang terkasih, tolonglah agar Ayah merasa aman di dalam
pesawat kecil itu." Ketika doa tersebut selesai, putra kami Nate
berbicara dan menenangkan ibunya.

"Jangan khawatir, Bu, saya memberikan selimut saya kepada Ayah untuk
menjaganya agar tetap selamat."

bye Dr. Bruce Humphrey

Sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=124629848&postcount=258

Tidak ada komentar:

Posting Komentar